Salah satu upaya pemerintah untuk
mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara adalah melalui
keuangan negara. Keuangan negara tersebut wajib dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Guna mewujudkan
pengelolaan keuangan negara sebagaimana yang sudah disebutkan, perlu dilakukan
pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri. Berdasarkan pertimbangan di atas maka dibentuk Undang-undang
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Tulisan kali ini akan membahas mengenai UU tersebut meliputi pengertian
hukum menurut para ahli, unsur-unsur hukum, ciri-ciri hukum, sifat dari hukum,
tujuan hukum, sumber hukum, Peraturan perundangan negara Republik Indonesia,
kodefikasi hukum dan macam-macam pembagian hukum. UU No. 15 Tahun 2004 adalah kumpulan-kumpulan
peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang memiliki tujuan untuk
menciptakan ketertiban dalam keuangan negara sesuai pada peraturan
perundang-undangan yang terkait. UU No.
15 tahun 2004 merupakan peraturan yang dibuat oleh badan resmi yaitu lembaga
legislatif negara dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bersifat
memaksa terhadap Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi
perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara. Apabila
terdapat pelanggaran terhadap Undang-Undang ini maka terdapat sanksi secara
terperinci pada bagian pembahasan. UU
No. 15 tahun 2004 menurut
sumbernya merupakan hukum undang-undang, merupakan hukum tertulis menurut
bentuknya, menurut tempat berlakunya merupakan hukum Nasional dan hukum yang
memaksa menurut sifatnya.
1.
Pengertian
Hukum
Apakah
Sebenarnya Hukum Itu?
Dengan adanya hukum di setiap negara,
tentunya masyarakat mendapat jaminan dan mendapat perlindungan hukum. Dengan
kata lain hukum dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan tertulis ataupun
tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan memiliki sanksi bagi yang
melanggarnya. Menurut Prof. Mr. Lj. Van Apeldoorn dalam bukunya berjudul
“Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (diterjemahkan Oetarid
Sadino, SH dengan nama “Pengantar Ilmu Hukum), bahwa adalah tidak mungkin
memberikan suatu definisi tentang apakan yang disebut hukum itu. Definisi
tentang hukum kata Prof. Van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat,
karena itu tidak mungkin untuk mengadakannnya yang sesuai dengan kenyataan.
Hukum
Menurut Pendapat Para Sarjana
Pengertian hukum dari beberapa ahli
hukum adalah sebagai berikut :
Prof.
Mr. E.M. Meyers dalam bukunya
Hukum ialah
semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah
laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa
negara dalam melakukan tugasnya.
Leon
Duguit
Hukum ialah
aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan
bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang
melakukan pelanggaran itu.
Immanuel
Kant
Hukum ialah keseluruhan
syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat
menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan
hukum tentang kemerdekaan.
Dari ketiga
pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa hukum adalah semua aturan yang
menjadi batasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku yang apabila dilanggar
maka akan menimbulkan reaksi berupa sanksi serta merupakan pedoman bagi
penguasa negara untuk melakukan tugasnya.
Definisi
Hukum Sebagai Pegangan
Drs.
E. Utrecht, SH memberikan batasan hukum sebagai
berikut : “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu.”
Selain Utrecht juga beberapa Sarjana
Hukum Indonesia lainnya telah berusaha merumuskan tentang apakah hukm itu,
diantaranya ialah :
S.M
Amin, SH
Dalam bukunya “Bertamasya ke Alam Hukum,” beliau
berkata : “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara”.
J.C.T.
Simonangkir, S.H dan Woerjono Sastropratono, S.H
Dalam buku mereka “Pelajaran Hukum Indonesia” telah
memberikan definisi hukum sebagai berikut : “Hukum itu ialah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan,
yaitu hukuman tertentu.”
Menurut UU No. 15 Tahun 2004 dibentuknya
undang-undang ini untuk menimbang bahwa untuk mendukung keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
Bila dikaitkan dengan pengertian hukum menurut S.M
Amin, SH dapat disimpulkan bahwa hukum mengenai pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara adalah kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri
dari norma dan sanksi-sanksi yang memiliki tujuan untuk menciptakan ketertiban
dalam keuangan negara sesuai pada peraturan perundang-undangan yang terkait.
Unsur-Unsur
Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum
yang diberikan para sarjana hukum Indonesia di atas, dapat disimpulkan, bahwa
hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
·
Peraturan mengenai tingkat laku manusia
dalam pergaulan masyarakat
·
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan
resmi yang berwajib
·
Peraturan itu bersifar memaksa
·
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan
tersebut adalah tegas
UU No. 15 tahun 2004 merupakan peraturan
yang dibuat oleh badan resmi yaitu lembaga legislatif negara dalam hal ini
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diterapkan serta dilaksanakan oleh lembaga
eksekutif negara dalam hal ini presiden, wakil presiden, serta menteri-menteri
yang membantunya. Undang-undang ini bersifat memaksa terhadap Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan-badan lain
yang mengelola keuangan negara. Dan apabila terdapat pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini maka terdapat sanksi yang akan diberikan bagi setiap
pelanggarnya.
Ciri-Ciri
Hukum
·
Adanya perintah dan/atau larangan
·
Perintah dan/atau larangan itu harus
patuh ditaati setiap orang
Barang siapa yang dengan sengaja
melanggar peraturan atau larangan Hukum akan dikenakan sanksi yang berupa
hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, menurut pasal 10
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
a.
Pidana Pokok, terdiri dari :
- Pidana mati
- Pidana penjara
- Pidana kurungan, paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun
- Pidana denda
- Pidana tutupan
b. Pidana tambahan, yang terdiri dari :
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
- Pengumuman keputusan hakim
Sesuai dengan ciri-ciri hukum yang
disebutkan di atas UU No. 15 Tahun 2004 merupakan produk hukum yang memiliki
perintah dan juga larangan yang harus dipatuhi oleh perseorangan ataupun
badan-badan yang mengelola langsung keuangan negara. Apabila ketentuan-ketentuan
yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang ini dilanggar maka terdapat sanksi
untuk setiap pelanggarnya.
Ketentuan
Pidana Pada Undang-Undang No. 15 Tahun
2004
Ketentuan pidana pada UU No. 15 Tahun
2004 terdapat pada BAB VI pasal 24-26 yaitu :
Pasal 24
- Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 25
- Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampaui batas kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
- Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggitingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 26
- Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sifat
Dari Hukum
Tidaklah semua orang mau menaati
kaedah-kaedahhukum yang berlaku di masyarakat. Agar peraturan hidup
kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati maka peraturan hidup
kemasyarakatan itu harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian hukum
itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa supaya masyarakat mau menaatinya dan
memberikan sanksi tegas (hukuman) bagi pelanggarnya.
Sesuai dengan keterangan di atas bahwa hukum
mengenai Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
ditentukan dalan UU No.15 tahun 2004 memiliki sifat mengatur dan memaksa demi untuk
mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab
2.
Tujuan
Hukum
Hukum bertujuan
menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula
bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Berkenaan
dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum
diantaranya sebagai berikut :
Prof.
Subekti, S.H
Dalam bukunya
yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan,” beliau mengatakan, bahwa
hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah : mendatangkan
kebahagiaan dan kemakmuran pada rakyatnya.
Tujuan negara
tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat
pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Prof. Subekti, S.H
mengatakan bahwa keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa namun manusia diberi
kecakapan dalam merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dengan demikian hukum
juga harus mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan
tuntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”.
Prof.
Mr, Dr. L.J Van Apeldoorn
Dalam bukunya
yang berjudul “Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht” mengatakan,
tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian. Adapun hukum memperthankan perdamian dengan menimbang
kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan
diantaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju persatuan
yang adil.
UU No.15 Tahun
2004 memiliki tujuan hukum sesuai dengan pendapat Prof. Subekti, S.H yaitu keuangan
negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara
untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 bahwa untuk tercapainya tujuan negara sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri,
dan profesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3.
Sumber-Sumber
Hukum
Adapun yang
dimaksud dengan sumber hukum ialah : segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum
dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal :
- Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi dan sebagainya.
- Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah :
- Undang-undang dalam arti formal : setiap keputusan pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya
- Undang-undang dalam arti material : setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk
Syarat
berlakunya undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh
Menteri/Sekretaris Negara. Berakhirnya suatu undang-undang apabila : jangka
waktu yang ditentukan undang-undang sudah lampau, suatu keadaan dimana UU
tersebut tidak ada lagi, telah diadakan UU baru yang membahas mengenai UU yang
dulu berlaku.
·
Kebiasaan (custom)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia
yang tetap dilakukan berulang-berulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan
tertentu diterima oleh masyarakat, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran hukum.
·
Keputusan-keputusan hakim
(Jurisprudentie)
Jurisprudensi ialah keputusan hakim
terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian
mengenai masalah yang sama.
·
Traktat (treaty)
Apabila dua orang mengadakan
kata-sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan
perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah pihak-pihak yang bersangkutan terikat
pada isi perjanjian yang mereka adakan. Hal ini disebut Pacta Sunt Servada.
·
Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang
ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh
hakim. Dalam penetapan apa yang akan
dijadikan dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang
sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikan, apalagi sarjana hukum itu
menentukan bagaimana seharusnya
Dari beberapa sumber-sumber hukum yang
telah disebutkan di atas UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan salah satu sumber hukum formal
berupa Undang-Undang. UU No. 15 tahun 2004 dibuat sudah disahkan dan
diundangkan atau dicatat oleh Menteri Sekretaris Negara, sehingga UU tersebut
sudah layak dilaksanakan dan wajib dipatuhi oleh setiap Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan-badan lain
yang mengelola keuangan negara.
4.
Peraturan
Perundangan Negara Republik Indonesia
Masa
Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau
pada bersumber Undang-Undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan
perundangan di Indonesia terdiri dari :
a.
Undang-Undang Dasar (UUD)
b.
Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang
Darurat
c.
Peraturan Pemerintah tingkat Pusat
d.
Peraturan Pemerintah tingkat Daerah
Masa
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk
dan tata urutan peraturan perundangan
Untuk mengatur
masyarakat, pemerintah mengeluarkan aturan negara yang biasanya disebut
peraturan perundangan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah harus berdasar/melaksanakan
UUD 1945.
Bentuk dan tata urutan peraturan perundangan menurut Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (dikuatkan Ketetapan MPR. No V/MPR/1973) adalah sebagai berikut :
a.
UUD 1945
b.
Ketetapan MPR
c.
UU dan Peraturan pemerintah sebagai
pengganti UU (PERPU)
d.
Peraturan Pemerintah (PP)
e.
Keputusan Presiden (KEPPRES)
Tata
urutan peraturan perundangan tersebut tidak dapat diubah karena tata urutan
peraturan perundangan dan menunjukkan kepada tinggi rendahnya tingkat kedudukan
masing-masing peraturan negara tersebut. Tata urutan peraturan dimaksudkan,
bahwa peraturan perundangan yang lebih rendah tingkat kedudukannya tidak boleh
bertentanngan isinya dengan peraturan lain yang lebih tinggi tingkat
kedudukannya. Misalnya : UU tidak boleh boleh bertetangan dengan ketetapan MPR.
5.
Kodefikasi
Hukum
Menurut
bentuknya, Hukum itu dibedakan antara :
1. Hukum Tertulis, yakni
hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum Tak Tertulis,
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum
kebiasaan).
Berdasarkan bentuk hukum yang disebutkan
di ata UU No.15 Tahun 2004 merupakan bentuk hukum tertulis karena Undang-undang
tersebut dicatumkan di dalam berbagai peraturan-peraturan.
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
·
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a.
Jenis-jenis hukum tertentu
b.
Sistematis
c.
Lengkap
·
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk
memperoleh:
a.
Kepastian hukum
b.
Penyederhanaan hukum
c.
Kesatuan hukum
·
Contoh kodifikasi hukum:
Di Eropa :
- Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
- Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
Di Indonesia :
- Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
- Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
6.
12
Macam-Macam Pembagian Hukum
Pembagian
Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum
itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat
meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa
golongan hukum menurut beberapa asas pembagian, sebagai berikut :
1.
Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi
dalam :
- Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan kebiasaan (Adat).
- Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat).
- Hukum Jurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan sumber hukum
undang-undang karena tercantum dalam peraturan perundangan-undangan dan
terdaftar dalam mentri sekretaris negara.
2.
Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi
dalam :
a. Hukum
Tertulis, hukum ini dapat pula merupakan :
- Hukum tertulis yang dikodefikasi (lihat angka 6, Par.12)
- Hukum tertulis tak dikodifikasi
b. Hukum
Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan bentuk hukum tertulis
karena undang-undang tersebut tercantum dalam perundang-undangan secara jelas
dan tertulis.
3.
Menurut tempat berlakunya hukum dapat
dibagi dalam :
- Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
- Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dunia internasional.
- Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
- Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan hukum nasional karena
hukum ini berlaku di dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
4.
Menurut waktu berlakunya, hukum dapat
dibagi dalam :
- Ius Contitutum, hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
- Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan hukum Ius Contitutum
karena berlaku bagi setiap Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi
perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara pada
suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
5.
Menurut cara mempertahankan hukum dapat
dibagi dalam :
- Hukum Material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah dan larangan.
- Hukum Formal, Hukum Proses atau Hukum Acara yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi keputusan.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan hukum material karena dalam
Undang-Undang ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mempunyai wewenang untuk
membuat dan mengatur seluruh Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi
perusahaan negara dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara berwujud
perintah dan larangan dalam peraturan yang dikeluarkan BPK.
6.
Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi
dalam :
- Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan tsendiri dalam perjanjian.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara memiliki sifat
memaksa dan mengatur guna mewujudkan pengelolaan keuangan negara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
7.
Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi
dalam :
- Hukum Objektif, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai suatu orang atau golongan tertentu.
- Hukum Subjektif, hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang atau lebih.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan hukum objektif yang
berlaku untuk semua pihak yang terkait langsung dalam pengelolaan keuangan
negara secara menyeluruh tanpa terkecuali.
8.
Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam
:
- Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warga negara.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang
No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan hukum publik (hukum
negara) karena undang-undang no.15 tahun 2004 ini mengatur pihak-pihak yang
terkerkait dengan pengelolaan keuangan negara .
Perbedaan
Hukum Perdata Dengan Hukum Pidana
1.
Perbedaan isinya :
- Hukum perdata mengatur hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum pidana hubungan hukum anatar seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat.
2.
Perbedaan pelaksanaannya :
- Pelanggaran terhadap norma hukum-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan.
- Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.
3.
Perbedaan penafsiran :
- Hukum perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap undang undang hukum perdata
- Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam undang undang pidana itu sendiri.
Hukum Yang
Dikodefikasikan dan Hukum Yang Tidak Dikodefikasikan
Hukum yang dikodifikasikan adalah hukum tertulis,
tetapi tidak semua hukum tertulis itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum
tertulis itu dapat dibedakan antara:
1.
Hukum yang telah dikodifikasikan
misalnya:
- Hukum Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
- Hukum Sipil, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1848
- Hukum Dagang, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848
- Hukum Acara Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada tahun 1981
2.
Hukum tertulis yang tidak dikodifkasikan
misalnya:
- Peraturan tentang Hak Merek
Perdagangan
- Peraturan tentang Hak Oktroi
(hak menemukan di bidang industri)
- Peraturan tentang Hak Cipta
- Peraturan tentang Ikatan
Perkreditan
- Peraturan tentang Ikatan Panen
- Peraturan tentang Kepailitan
- Peraturan tentang Penundaan
Pembayaran
Referensi :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Bahan
ajar aspek hukum dalam ekonomi "Pengertian dan Tujuan Hukum"(http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&itemid=36)
[Diakses 19 april 2016]
Website
Resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (http://www.bpk.go.id/page/tugas-dan-wewenang-ketua-wakil-ketua-dan-anggota-bpk-ri)
[Diakses 22 April 2016]
(http://www.antikorupsi.org/id/content/undang-undang-bpk-perluas-objek-pemeriksaan
) [Diakses 22 April 2016]
Website
Resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (http://www.setneg.go.id/index.php?catname=UU&catid=1&tahun=2004&Itemid=42&option=com_perundangan&task=&act=)
[Diakses 23 April 2016]