Selasa, 22 Maret 2016

Otoritas Jasa Keuangan, Proteksi Hebat Untuk Negara Sehat!

Hukum menurut J.C.T. Simonangkir, S.H dan Woerjono Sastropratono, S.H adalah Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu. Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Sumber-sumber hukum dapat berasal dari undang-undang, kebiasaan, traktat, keputusan hakim dan pendapat para ahli. Apabila kita melanggar hukum maka akan terkena sanksi atau pelanggaran berupa sanksi pidana, publik, perdata maupun sipil yang akan dibahas dalam pembahasan ini. Dengan adanya hukum maka kehidupan bermasyarakat akan menjadi aman, nyaman, tertib dan damai. Begitu banyak hukum di Indonesia, salah satunya adalah hukum yang mengatur tentang perekonomian. Salah satu produk hukum dalam perekonomian adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang. Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan (Perbankan, Pasar Modal, Pengasuransian, Lembaga Pembiayaan dan lain-lain)  

1.        Pengertian Hukum
Apakah Sebenarnya Hukum Itu?
Menurut Prof. Mr. Lj. Van Apeldoorn dalam bukunya berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (diterjemahkan Oetarid Sadino, SH dengan nama “Pengantar Ilmu Hukum), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakan yang disebut hukum itu.

Definisi tentang hukum, kata Prof. Van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk mengadannya yang sesuai dengan kenyataan.

Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Menurut UU No.21 Tahun 2011
Undang-undang merupakan salah satu produk hukum di Indonesia. Begitu banyak perundang-undangan yang mengatur tentang perekonomian, salah satunya mengenai Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dalam UU No. 21 tahun 2011. Menurut UU No. 21 tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

Hukum Menurut Pendapat Para Sarjana
Penulis-penulis Ilmu Pengetahuan Hukum di Indonesia juga sependapat dengan Prof. Van Apeldoorn, seperti Prof. Sudirman Kartohadprodjo, SH. menulis sebagai berikut, “...Jikalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persesuaian pendapat. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan”. Sebagai gambaran Prof. Sudirman Kartohadprodjo, SH. lalu memberikan contoh-contoh definisi hukum yang berbeda-beda sebagai berikut :
1.      Aristoteles :
“Particular law is that which each community lays down and alies to its own members. Universal law is the law of nature”.
2.      Grotius :
“Law is a rule of moral action obliging ti tahat which is right”.
3.      Hobbes “
“Where as law, properly is the word of him, that by right command over others”.
Masih banyak lagi definisi hukum dari para sarjana hukum lainyang diantaranya dapat diterjemahkan sebagai berikut “
  • Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht”. Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
  • Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
  • Immanuel Kant “ Hukum ialah kesuluran syarat-syarat yang dengan in kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Beberapa sarjana hukum di Indonesia telah berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu, diantaranya ialah :
  • S.M Amin, SH : Dalam bukunya “Bertamasya ke Alam Hukum,” beliau berkata : “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.
  • J.C.T. Simonangkir, S.H dan Woerjono Sastropratono, S.H : Dalam buku mereka “Pelajaran Hukum Indonesia” telah memberikan definisi hukum sebagai berikut : “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.”

Unsur-Unsur Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia di atas, dapat disimpulkan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
·         Peraturan mengenai tingkat laku manusia dalam pergaulan masyarakat
·         Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
·         Peraturan itu bersifar memaksa
·         Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel ini memiliki berbagai peraturan OJK tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Ciri-Ciri Hukum
·         Adanya perintah dan/atau larangan
·         Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar peraturan atau larangan Hukum akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
  • Pidana Pokok, terdiri dari :
1.      Pidana mati
2.      Pidana penjara
·         Seumur hidup
·         Pidana penjara selama waktu tertentu
3.         Pidana kurungan, paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun
4.         Pidana denda
5.         Pidana tutupan

  • Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan(penyitaan) barang-barang tertentu
3.      Pengumuman keputusan hakim

Sifat Dari Hukum
Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peratura hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib yang berlaku serta memberika sanksi yang tegas (berupa hukuman) bagi yang melanggarnya.

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya dilindungi oleh UU No.21 tahun 2011 memiliki peraturan yang harus ditaati oleh berbagai sektor jasa keuangan. Peraturan tersebut apabila dilanggar akan berakibat pada adanya pemberian sanksi tegas berupa hukuman, seperti hukum penjara maupun hukum denda pada setiap sektor jasa keuangan yang melanggarnya.

Ketentuan Pidana Pada Otoritas Jasa Keuangan
Dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011 Bab XII pasal 52-54 menyatakan ketentuan-ketentuan sanksi pidana bagi pelanggar kebijakan Otoritas Jasa Keuangan yang telah tersematkan dalam UU No.21 tahun 2011, yaitu :
Pasal 52
  1. Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
  2. Apabila pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan/atau ayat (3) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) dan/atau sebesar jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut.
Pasal 53
  1. Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
  2. Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal 54
  1. Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
  2. Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
2.        Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum diantaranya sebagai berikut :
1.      Prof. Subekti, S.H
Dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan,” beliau mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah : mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran pada rakyatnya.

Tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Prof. Subekti, S.H mengatakan bahwa keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa namun manusia diberi kecakapan dalam merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dengan demikian hukum juga harus mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”.

2.      Prof. Mr, Dr. L.J Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht” mengatakan, tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Adapun hukum memperthankan perdamian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju persatuan yang adil.

Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komulatif”. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian berdasarkan haknya masing-masing). Keadilan komulatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya.

Keadilan komulatif lebih-lebih menguasai hubungan anatara perseorangan khusus, sedangkan keadilan distributif menguasai hubungan anatara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.

3.      Teori Etis
Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis, karena menurut teori-teori itu isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.

4.      Geny
Dalam “Science et technique en droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.

5.      Bentham (Teori Utilitis)
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduktion to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari hukum. Dalam hal ini pendapat Bentham dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan keadilan.

6.      Prof. Mr J. Van Kan
Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Tujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melaksanakan tugasnya, tentunya memiliki tujuan yang jelas. Menurut UU No. 21 tahun 2011 Bab 3 Pasal 4 OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
  • Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel
  • Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
  • Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

3.        Sumber-Sumber Hukum
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah : segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal :
  1. Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi dan sebagainya.
  2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah :
  • Undang-undang (Statute) : Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni :
  • Undang-undang dalam arti formal : setiap keputusan pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya
  • Undang-undang dalam arti material : setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk
Syarat berlakunya undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh Menteri/Sekretaris Negara. Berakhirnya suatu undang-undang apabila : jangka waktu yang ditentukan undang-undang sudah lampau, suatu keadaan dimana UU tersebut tidak ada lagi, telah diadakan UU baru yang membahas mengenai UU yang dulu berlaku.

UU No. 21 tahun 2011 mengenai Otoritas Jasa Keuangan merupakan salah satu sumber hukum formal berupa Undang-Undang. UU No. 21 tahun 2011 sudah disahkan dan diundangkan atau dicatat oleh Menteri Sekretaris Negara, sehingga UU tersebut sudah layak dilaksanakan dan wajib dipatuhi oleh setiap sektor jasa keuangan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

·         Kebiasaan (custom)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-berulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran hukum.

·         Keputusan-keputusan hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Ada dua macam jurisprudensi, yaitu : Jurisprudensi tetap (keputusan hakim yang terjadi karena serangkaian keputusan serupa yang dijadikan dasar pengadilan untuk mengambil keputusan) dan Jurisprudensi tidak tetap.

·         Traktat (treaty)
Apabila dua orang mengadakan kata-sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan. Hal ini disebut Pacta Sunt Servada.

·         Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam penetapan apa  yang akan dijadikan dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikan, apalagi sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya

4.        Peraturan Perundangan Negara Republik Indonesia
Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada bersumber Undang-Undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundangan di Indonesia terdiri dari :
a.       Undang-Undang Dasar (UUD)
b.      Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat
c.       Peraturan Pemerintah tingkat Pusat
d.      Peraturan Pemerintah tingkat Daerah

Masa Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk dan tata urutan peraturan perundangan
Untuk mengatur masyarakat, pemerintah mengeluarkan aturan negara yang biasanya disebut peraturan perundangan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah harus berdasar/melaksanakan UUD 1945.

Bentuk dan tata urutan peraturan perundangan menurut Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (dikuatkan Ketetapan MPR. No V/MPR/1973) adalah sebagai berikut :
a.       UUD 1945
b.      Ketetapan MPR
c.       UU dan Peraturan pemerintah sebagai pengganti UU (PERPU)
d.      Peraturan Pemerintah (PP)
e.       Keputusan Presiden (KEPPRES)
f.       Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya
Tata urutan peraturan perundangan tersebut tidak dapat diubah karena tata urutan peraturan perundangan dan menunjukkan kepada tinggi rendahnya tingkat kedudukan masing-masing peraturan negara tersebut. Tata urutan peraturan dimaksudkan, bahwa peraturan perundangan yang lebih rendah tingkat kedudukannya tidak boleh bertentanngan isinya dengan peraturan lain yang lebih tinggi tingkat kedudukannya. Misalnya : UU tidak boleh boleh bertetangan dengan ketetapan MPR.

5.        Kodefikasi Hukum
Menurut bentuknya, Hukum itu dibedakan antara :
  1. Hukum Tertulis, yakni hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
  2. Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

·         Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a.       Jenis-jenis hukum tertentu
b.      Sistematis
c.       Lengkap

·         Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a.       Kepastian hukum
b.      Penyederhanaan hukum
c.       Kesatuan hukum

·         Contoh kodifikasi hukum:
1.      Di Eropa :
  • Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
  • Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
2.      Di Indonesia :
  • Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
  • Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
  • Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
  • Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)

6.        12 Macam-Macam Pembagian Hukum
Pembagian Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat meliputi segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa asas pembagian, sebagai berikut :

1)      Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
  • Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan kebiasaan (Adat).
  • Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat).
  • Hukum Jurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan sumber hukum undang-undang karena tercantum dalam peraturan perundangan dan terdaftar dalam mentri sekretaris negara.

2)      Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
a.       Hukum Tertulis, hukum ini dapat pula merupakan :
·         Hukum tertulis yang dikodefikasi (lihat angka 6, Par.12)
·         Hukum tertulis tak dikodifikasi
b.      Hukum Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk hukum tertulis karena undang-undang tersebut tercantum dalam perundang-undangan secara tertulis.

3)      Menurut tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
  • Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dunia internasional.
  • Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
  • Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan hukum nasional karena hukum ini berlaku di dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

4)      Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Ius Contitutum, hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
  • Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
  • Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan hukum Ius Contitutum karena berlaku bagi setiap sektor jasa keuangan pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.

5)      Menurut cara mempertahankan hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah dan larangan.
  • Hukum Formal, Hukum Proses atau Hukum Acara yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi keputusan.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan hukum material karena mempunyai wewenang untuk membuat dan mengatur seluruh sektor jasa keuangan berwujud perintah dan larangan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang dikeluarkan

6)      Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.
  • Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan tsendiri dalam perjanjian.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan memiliki sifat memaksa dan mengatur guna mewujudkan induksi keuangan yang sehat.

7)      Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Objektif, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai suatu orang atau golongan tertentu.
  • Hukum Subjektif, hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang atau lebih.
Berdasarkan kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan hukum objektif yang berlaku untuk semua sektor jasa keuangan secara umum tanpa terkecuali.

8)      Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam :
  • Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warga negara.

Hukum Sipil dan Hukum Publik
1)      Hukum sipil terdiri dari :
a.       Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi :
·         Hukum Perdata dan
·         Hukum Dagang
b.      Hukum sipil dalam arti sempit, meliputi : Hukum Perdata saja.
  • Dalam bahasa asing : Hukum Sipil (Privatatrecht atau Civielrecht), Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) dan Hukum Dagang (Handelsrecht).

2)      Hukum Publik terdiri dari :
  • Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara perlengkapan satu sama lain dan hubungan antar negara.
  • Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Tata Perintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
  • Hukum Pidana, yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan diberikan pidana kepada siapa yang melanggar serta cara mengajukan perkara di pengadilan.
  • Hukum Internasional, terdiri dari :
·    Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara satu negara dengan warga negara lain.
·      Hukum Publik Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan negara yang satu dengan negara yang lain.

Perbedaan Hukum Perdata Dengan Hukum Pidana
1)      Perbedaan isinya :
  • Hukum perdata mengatur hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • Hukum pidana  hubungan hukum anatar seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat.

2)      Perbedaan pelaksanaannya :
  • Pelanggaran terhadap norma hukum-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan.
  • Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.

3)      Perbedaan penafsiran :
  • Hukum perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap undang undang hukum perdata
  • Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam undang undang pidana itu sendiri.


Golongan Hukum Perdata Lainnya
Hukum Perdata berlaku terhadap penduduk dalam suatu negara yang tunduk pada Hukum Perdata yang berlainan, maka yang berlaku adalah Hukum Perselisihan atau Hukum Koalisi atau Hukum Konflik atau Hukum Antar Tata Hukum. Hukum Perselisihan adalah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa tersangkut lebih dari satu sistem hukum. Hukum perselisihan ada beberapa jenis, yaitu:
1)      Hukum Antar Golongan atau Hukum Intergentil
2)      Hukum Antar Tempat atau Hukum Interlocal
3)      Hukum Antar Bagian atau Hukum Interregional
4)      Hukum Antar Agama atau Hukum Interreligius
5)      Hukum Antar Waktu atau Hukum Intertemporal

Hukum Yang Dikodefikasikan dan Hukum Yang Tidak Dikodefikasikan
Hukum yang dikodifikasikan adalah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum tertulis itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum tertulis itu dapat dibedakan antara:
1.      Hukum yang telah dikodifikasikan misalnya:
  • Hukum Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
  • Hukum Sipil, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1848
  • Hukum Dagang, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848
  • Hukum Acara Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada tahun 1981

2.      Hukum tertulis yang tidak dikodifkasikan misalnya:
1)      Peraturan tentang Hak Merek Perdagangan
2)      Peraturan tentang Hak Oktroi (hak menemukan di bidang industri)
3)      Peraturan tentang Hak Cipta
4)      Peraturan tentang Ikatan Perkreditan
5)      Peraturan tentang Ikatan Panen
6)      Peraturan tentang Kepailitan
7)      Peraturan tentang Penundaan Pembayaran
Peraturan-peraturan ini berlaku sebagai peraturan-peraturan dalam bidang hukum dagang dan merupakan hukum dagang yang tidak dikodefikasi.