Hukum menurut J.C.T. Simonangkir, S.H
dan Woerjono Sastropratono, S.H adalah Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.
Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Sumber-sumber hukum dapat berasal
dari undang-undang, kebiasaan, traktat, keputusan hakim dan pendapat para ahli.
Apabila kita melanggar hukum maka akan terkena sanksi atau pelanggaran berupa
sanksi pidana, publik, perdata maupun sipil yang akan dibahas dalam pembahasan
ini. Dengan adanya hukum maka kehidupan bermasyarakat akan menjadi aman,
nyaman, tertib dan damai. Begitu banyak hukum di Indonesia, salah satunya
adalah hukum yang mengatur tentang perekonomian. Salah satu produk hukum dalam
perekonomian adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang. Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan (Perbankan, Pasar Modal,
Pengasuransian, Lembaga Pembiayaan dan lain-lain)
1.
Pengertian
Hukum
Apakah
Sebenarnya Hukum Itu?
Menurut Prof. Mr. Lj. Van Apeldoorn
dalam bukunya berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht
(diterjemahkan Oetarid Sadino, SH dengan nama “Pengantar Ilmu Hukum), bahwa
adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakan yang disebut
hukum itu.
Definisi tentang hukum, kata Prof.
Van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat, karena itu tidak mungkin untuk
mengadannya yang sesuai dengan kenyataan.
Pengertian
Otoritas Jasa Keuangan Menurut UU No.21 Tahun 2011
Undang-undang merupakan salah satu
produk hukum di Indonesia. Begitu banyak perundang-undangan yang mengatur
tentang perekonomian, salah satunya mengenai Otoritas Jasa Keuangan atau OJK
dalam UU No. 21 tahun 2011. Menurut UU No. 21 tahun 2011, Otoritas Jasa
Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang
Hukum
Menurut Pendapat Para Sarjana
Penulis-penulis Ilmu Pengetahuan
Hukum di Indonesia juga sependapat dengan Prof. Van Apeldoorn, seperti Prof.
Sudirman Kartohadprodjo, SH. menulis sebagai berikut, “...Jikalau kita
menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya
persesuaian pendapat. Berbagai permasalahan perumusan yang dikemukakan”.
Sebagai gambaran Prof. Sudirman Kartohadprodjo, SH. lalu memberikan
contoh-contoh definisi hukum yang berbeda-beda sebagai berikut :
1. Aristoteles
:
“Particular law is that which each
community lays down and alies to its own members. Universal law is the law of
nature”.
2. Grotius
:
“Law is a rule of moral action
obliging ti tahat which is right”.
3. Hobbes
“
“Where as law, properly is the word
of him, that by right command over others”.
Masih banyak lagi definisi hukum
dari para sarjana hukum lainyang diantaranya dapat diterjemahkan sebagai
berikut “
- Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht”. Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
- Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
- Immanuel Kant “ Hukum ialah kesuluran syarat-syarat yang dengan in kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Beberapa sarjana hukum di Indonesia telah
berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu, diantaranya ialah :
- S.M Amin, SH : Dalam bukunya “Bertamasya ke Alam Hukum,” beliau berkata : “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.
- J.C.T. Simonangkir, S.H dan Woerjono Sastropratono, S.H : Dalam buku mereka “Pelajaran Hukum Indonesia” telah memberikan definisi hukum sebagai berikut : “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.”
Unsur-Unsur
Hukum
Dari beberapa perumusan tentang
hukum yang diberikan para sarjana hukum Indonesia di atas, dapat disimpulkan,
bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
·
Peraturan mengenai tingkat laku manusia
dalam pergaulan masyarakat
·
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan
resmi yang berwajib
·
Peraturan itu bersifar memaksa
·
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan
tersebut adalah tegas
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK memiliki
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel ini
memiliki berbagai peraturan OJK tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner,
mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Ciri-Ciri
Hukum
·
Adanya perintah dan/atau larangan
·
Perintah dan/atau larangan itu harus
patuh ditaati setiap orang
Barang
siapa yang dengan sengaja melanggar peraturan atau larangan Hukum akan
dikenakan sanksi yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam
jenisnya, menurut pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
- Pidana Pokok, terdiri dari :
1. Pidana
mati
2. Pidana
penjara
·
Seumur hidup
·
Pidana penjara selama waktu tertentu
3.
Pidana kurungan, paling sedikit satu
hari dan paling lama satu tahun
4.
Pidana denda
5.
Pidana tutupan
- Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
1. Pencabutan
hak-hak tertentu
2. Perampasan(penyitaan)
barang-barang tertentu
3. Pengumuman
keputusan hakim
Sifat
Dari Hukum
Hukum memiliki sifat mengatur dan
memaksa. Ia merupakan peraturan-peratura hidup kemasyarakatan yang dapat
memaksa orang supaya mentaati tata tertib yang berlaku serta memberika sanksi
yang tegas (berupa hukuman) bagi yang melanggarnya.
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK
dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya dilindungi oleh UU No.21 tahun
2011 memiliki peraturan yang harus ditaati oleh berbagai sektor jasa keuangan.
Peraturan tersebut apabila dilanggar akan berakibat pada adanya pemberian
sanksi tegas berupa hukuman, seperti hukum penjara maupun hukum denda pada
setiap sektor jasa keuangan yang melanggarnya.
Ketentuan
Pidana Pada Otoritas Jasa Keuangan
Dalam Undang-Undang No.21 tahun
2011 Bab XII pasal 52-54 menyatakan ketentuan-ketentuan sanksi pidana bagi
pelanggar kebijakan Otoritas Jasa Keuangan yang telah tersematkan dalam UU
No.21 tahun 2011, yaitu :
Pasal 52
- Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
- Apabila pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan/atau ayat (3) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) dan/atau sebesar jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut.
Pasal 53
- Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
- Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal
54
- Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
- Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
2.
Tujuan
Hukum
Hukum
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus
pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat. Berkenaan
dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum
diantaranya sebagai berikut :
1. Prof.
Subekti, S.H
Dalam bukunya yang berjudul
“Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan,” beliau mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi
pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah : mendatangkan kebahagiaan dan
kemakmuran pada rakyatnya.
Tujuan negara tersebut dengan
menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat pokok untuk
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Prof. Subekti, S.H mengatakan bahwa
keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa namun manusia diberi kecakapan dalam
merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dengan demikian hukum juga harus
mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan
“ketertiban” atau “kepastian hukum”.
2. Prof.
Mr, Dr. L.J Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul
“Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht” mengatakan, tujuan hukum
ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian. Adapun hukum memperthankan perdamian dengan menimbang kepentingan yang
bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya, karena
hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju persatuan yang adil.
Aristoteles membedakan dua macam
keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komulatif”. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut
jasanya (pembagian berdasarkan haknya masing-masing). Keadilan komulatif ialah
keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya.
Keadilan komulatif lebih-lebih menguasai
hubungan anatara perseorangan khusus, sedangkan keadilan distributif menguasai
hubungan anatara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.
3. Teori
Etis
Ada teori yang mengajarkan, bahwa
hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal
tersebut dinamakan teori etis, karena menurut teori-teori itu isi hukum
semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil
dan apa yang tidak adil.
4. Geny
Dalam “Science et technique en
droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan
disebutkannya”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
5. Bentham
(Teori Utilitis)
Jeremy Bentham dalam bukunya
“Introduktion to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan
untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan karena apa yang
berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut
teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan
sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi
perseorangan merupakan tujuan utama dari hukum. Dalam hal ini pendapat Bentham
dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak
memperhatikan keadilan.
6. Prof.
Mr J. Van Kan
Hukum mempunyai tugas untuk
menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan
bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas
dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi
hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara,
harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Tujuan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam melaksanakan tugasnya, tentunya memiliki tujuan yang
jelas. Menurut UU No. 21 tahun 2011 Bab 3 Pasal 4 OJK dibentuk dengan tujuan
agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
- Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel
- Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
- Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
3.
Sumber-Sumber
Hukum
Adapun yang dimaksud dengan sumber
hukum ialah : segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat kita tinjau dari
segi material dan segi formal :
- Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi dan sebagainya.
- Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah :
- Undang-undang (Statute) : Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut BUYS, undang-undang itu mempunyai dua arti, yakni :
- Undang-undang dalam arti formal : setiap keputusan pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya
- Undang-undang dalam arti material : setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk
Syarat
berlakunya undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaga Negara (LN) oleh
Menteri/Sekretaris Negara. Berakhirnya suatu undang-undang apabila : jangka
waktu yang ditentukan undang-undang sudah lampau, suatu keadaan dimana UU
tersebut tidak ada lagi, telah diadakan UU baru yang membahas mengenai UU yang
dulu berlaku.
UU
No. 21 tahun 2011 mengenai Otoritas Jasa Keuangan merupakan salah satu sumber
hukum formal berupa Undang-Undang. UU No. 21 tahun 2011 sudah disahkan dan
diundangkan atau dicatat oleh Menteri Sekretaris Negara, sehingga UU tersebut
sudah layak dilaksanakan dan wajib dipatuhi oleh setiap sektor jasa keuangan
yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Kebiasaan (custom)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia
yang tetap dilakukan berulang-berulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan
tertentu diterima oleh masyarakat, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran hukum.
·
Keputusan-keputusan hakim
(Jurisprudentie)
Jurisprudensi ialah keputusan hakim
terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian
mengenai masalah yang sama. Ada dua macam jurisprudensi, yaitu : Jurisprudensi
tetap (keputusan hakim yang terjadi karena serangkaian keputusan serupa yang
dijadikan dasar pengadilan untuk mengambil keputusan) dan Jurisprudensi tidak
tetap.
·
Traktat (treaty)
Apabila dua orang mengadakan
kata-sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan
perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah pihak-pihak yang bersangkutan terikat
pada isi perjanjian yang mereka adakan. Hal ini disebut Pacta Sunt Servada.
·
Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang
ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh
hakim. Dalam penetapan apa yang akan
dijadikan dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang
sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikan, apalagi sarjana hukum itu
menentukan bagaimana seharusnya
4.
Peraturan
Perundangan Negara Republik Indonesia
Masa
Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada bersumber
Undang-Undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundangan di
Indonesia terdiri dari :
a. Undang-Undang
Dasar (UUD)
b. Undang-Undang
(biasa) dan Undang-Undang Darurat
c. Peraturan
Pemerintah tingkat Pusat
d. Peraturan
Pemerintah tingkat Daerah
Masa
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk
dan tata urutan peraturan perundangan
Untuk
mengatur masyarakat, pemerintah mengeluarkan aturan negara yang biasanya disebut
peraturan perundangan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah harus berdasar/melaksanakan
UUD 1945.
Bentuk dan tata urutan peraturan perundangan menurut Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (dikuatkan Ketetapan MPR. No V/MPR/1973) adalah sebagai berikut :
a. UUD
1945
b. Ketetapan
MPR
c. UU
dan Peraturan pemerintah sebagai pengganti UU (PERPU)
d. Peraturan
Pemerintah (PP)
e. Keputusan
Presiden (KEPPRES)
f. Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya
Tata
urutan peraturan perundangan tersebut tidak dapat diubah karena tata urutan
peraturan perundangan dan menunjukkan kepada tinggi rendahnya tingkat kedudukan
masing-masing peraturan negara tersebut. Tata urutan peraturan dimaksudkan,
bahwa peraturan perundangan yang lebih rendah tingkat kedudukannya tidak boleh
bertentanngan isinya dengan peraturan lain yang lebih tinggi tingkat
kedudukannya. Misalnya : UU tidak boleh boleh bertetangan dengan ketetapan MPR.
5.
Kodefikasi
Hukum
Menurut bentuknya, Hukum itu
dibedakan antara :
- Hukum Tertulis, yakni hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
- Hukum Tak Tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).
Kodifikasi
Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang
secara sistematis dan lengkap.
·
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis
hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
·
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk
memperoleh:
a. Kepastian
hukum
b. Penyederhanaan
hukum
c. Kesatuan
hukum
·
Contoh kodifikasi hukum:
1. Di
Eropa :
- Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
- Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
2. Di
Indonesia :
- Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
- Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
6.
12
Macam-Macam Pembagian Hukum
Pembagian
Hukum Menurut Asas Pembagiannya
Walaupun hukum itu terlalu luas
sekali sehingga orang tak dapat membuat definisi singkat meliputi
segala-galanya, namun dapat juga hukum itu dibagi dalam beberapa golongan hukum
menurut beberapa asas pembagian, sebagai berikut :
1) Menurut
sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan kebiasaan (Adat).
- Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat).
- Hukum Jurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan sumber hukum undang-undang karena tercantum dalam peraturan
perundangan dan terdaftar dalam mentri sekretaris negara.
2) Menurut
bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
a. Hukum
Tertulis, hukum ini dapat pula merupakan :
·
Hukum tertulis yang dikodefikasi (lihat
angka 6, Par.12)
·
Hukum tertulis tak dikodifikasi
b. Hukum
Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan bentuk hukum tertulis karena undang-undang tersebut tercantum dalam
perundang-undangan secara tertulis.
3) Menurut
tempat berlakunya hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
- Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dunia internasional.
- Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
- Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan hukum nasional karena hukum ini berlaku di dalan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
4) Menurut
waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam :
- Ius Contitutum, hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
- Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (Hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan hukum Ius Contitutum karena berlaku bagi setiap sektor jasa keuangan
pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
5) Menurut
cara mempertahankan hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum Material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan berwujud perintah dan larangan.
- Hukum Formal, Hukum Proses atau Hukum Acara yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi keputusan.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan hukum material karena mempunyai wewenang untuk membuat dan mengatur
seluruh sektor jasa keuangan berwujud perintah dan larangan dalam peraturan
Otoritas Jasa Keuangan yang dikeluarkan
6) Menurut
sifatnya, hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus mempunyai paksaan mutlak.
- Hukum yang mengatur (Hukum Pelengkap), yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan tsendiri dalam perjanjian.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
memiliki sifat memaksa dan mengatur guna mewujudkan induksi keuangan yang
sehat.
7) Menurut
wujudnya, hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum Objektif, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai suatu orang atau golongan tertentu.
- Hukum Subjektif, hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang atau lebih.
Berdasarkan
kajian di atas Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
merupakan hukum objektif yang berlaku untuk semua sektor jasa keuangan secara
umum tanpa terkecuali.
8) Menurut
isinya, hukum dapat dibagi dalam :
- Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warga negara.
Hukum Sipil dan Hukum
Publik
1) Hukum
sipil terdiri dari :
a. Hukum
Sipil dalam arti luas, yang meliputi :
·
Hukum Perdata dan
·
Hukum Dagang
b. Hukum
sipil dalam arti sempit, meliputi : Hukum Perdata saja.
- Dalam bahasa asing : Hukum Sipil (Privatatrecht atau Civielrecht), Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) dan Hukum Dagang (Handelsrecht).
2) Hukum
Publik terdiri dari :
- Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara perlengkapan satu sama lain dan hubungan antar negara.
- Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Tata Perintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
- Hukum Pidana, yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan diberikan pidana kepada siapa yang melanggar serta cara mengajukan perkara di pengadilan.
- Hukum Internasional, terdiri dari :
· Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum
yang mengatur hubungan hukum antara warga negara satu negara dengan warga
negara lain.
· Hukum Publik Internasional, yaitu hukum
yang mengatur hubungan negara yang satu dengan negara yang lain.
Perbedaan Hukum Perdata
Dengan Hukum Pidana
1) Perbedaan
isinya :
- Hukum perdata mengatur hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum pidana hubungan hukum anatar seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat.
2) Perbedaan
pelaksanaannya :
- Pelanggaran terhadap norma hukum-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan.
- Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.
3) Perbedaan
penafsiran :
- Hukum perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap undang undang hukum perdata
- Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam undang undang pidana itu sendiri.
Golongan Hukum Perdata
Lainnya
Hukum
Perdata berlaku terhadap penduduk dalam suatu negara yang tunduk pada Hukum
Perdata yang berlainan, maka yang berlaku adalah Hukum Perselisihan atau Hukum
Koalisi atau Hukum Konflik atau Hukum Antar Tata Hukum. Hukum Perselisihan
adalah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah atau hukum apakah
yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa tersangkut lebih dari satu sistem
hukum. Hukum perselisihan ada beberapa jenis, yaitu:
1) Hukum
Antar Golongan atau Hukum Intergentil
2) Hukum
Antar Tempat atau Hukum Interlocal
3) Hukum
Antar Bagian atau Hukum Interregional
4) Hukum
Antar Agama atau Hukum Interreligius
5) Hukum
Antar Waktu atau Hukum Intertemporal
Hukum Yang
Dikodefikasikan dan Hukum Yang Tidak Dikodefikasikan
Hukum
yang dikodifikasikan adalah hukum tertulis, tetapi tidak semua hukum tertulis
itu telah dikodifikasikan, sehingga hukum tertulis itu dapat dibedakan antara:
1. Hukum
yang telah dikodifikasikan misalnya:
- Hukum Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918
- Hukum Sipil, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1848
- Hukum Dagang, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada tahun 1848
- Hukum Acara Pidana, yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) pada tahun 1981
2. Hukum
tertulis yang tidak dikodifkasikan misalnya:
1) Peraturan
tentang Hak Merek Perdagangan
2) Peraturan
tentang Hak Oktroi (hak menemukan di bidang industri)
3) Peraturan
tentang Hak Cipta
4) Peraturan
tentang Ikatan Perkreditan
5) Peraturan
tentang Ikatan Panen
6) Peraturan
tentang Kepailitan
7) Peraturan
tentang Penundaan Pembayaran
Peraturan-peraturan ini berlaku sebagai peraturan-peraturan dalam bidang
hukum dagang dan merupakan hukum dagang yang tidak dikodefikasi.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar